Pada 1 Januari 2020, saya terbangun menjelang matahari memancarkan sinarnya. Saya tak bisa lagi begadang manikmati malam tutup tahun. Seperti biasa, saya menyimak berita dari berbagai penjuru dunia. Computer mini saya otomatis memilah-milah berita favorit saya.
Sambil meneguk kopi Arabica yang berasal para pekebun di Sumatra, saya duduk dikursi rotan cantik buatan pengrajin Kalimantan. Berita favorit saya, berita ekonomi hasil hutan non kayu. Karena saya menginvestasikan pensiun saya pada perusahaan-perusahaan komunitas yang memproduksi berbagai produk perkebunan dan hutan.
Selama lima tahun terakhir, ekspor produk hasil hutan non kayu mencetak angka tertinggi dibanding industri lainnya. Lebih dari 25 juta keluarga aktif terlibat dalam budidaya dan pengolahan hasil hutan non kayu, seperti kosmetik, buah-buah lokal, makanan sehat, obat-obatan, kerajinan tangan dan bahkan beberapa produk diolah menjadi bioenergi.
Pemimpin Negara Khilafah Rasyidah Islamiyah (NKRI) selalu memberikan penghargaan tertinggi pada para komunitas yang berhasil menyelamatkan perekonomian Indonesia. Setelah mimyak, gas, tambang, dan industri kehutanan rontok karena sumberdaya alam sudah habis dikeruk pada akhir abad ke-20 dan gagal dikelola oleh pemerintah reformasi.
Perubahan radikal terjadi melalui revolusi damai pada 2015, setelah gerakan para petani dan pekebun seluruh nusantara menolak membayar pajak. Mereka marah kepada pemerintah karena menjual kekayaan negara kepada investor asing. Gilirannya pemerintah memungut pajak gila-gilaan kepada rakyat.
Para petani dan pekebun Sistem Hutan Kerakyatan menjadi sasaran empuk pungutan pajak karena mereka berhasil meningkatkan perdagangan tradisional dengan para konsumen progresif dikota-kota besar di berbagai belahan dunia.
Para petani mampu membangun infrastuktur komunitas yang bertaraf internasional seperti sistem kesehatan komunitas, sistem pendidikan komunitas, sistem industri komunitas, sistem energi komunitas, sistem konservasi komunitas, sistem teknologi informasi komunitas dan banyak lagi. Intinya komunitas-komunitas telah menjelma manjadi kantong perekonomian yang luar biasa.
Mereka didukung oleh komunitas-komunitas urban yang progresif. Komunitas ini menjadi konsumen utama yang membelanjakan uangnya untuk membeli produk-produk komunitas kebun dan hutan.
Boleh jadi separo penduduk Indonesia sekitar 200 juta orang terlibat dalam sistem perdagangan alternatif yang lebih adil. Bahkan beberapa kantong masyarakat yang radikal mereka enggan menggunakan mata uang rupaih, mereka mencipta mata uang sendiri dan digunakan menjadi alat tukar yang sah antar-komunitas.
Presiden terpilih pasca revolusi rakyat adalah anak seorang pejuang petani dan pekebun yang mengecap pendidikan di berbagai negara di Amerika Latin, Eropa Timur, China dan Afrika Selatan.
Selama belajar, ia membangun jaringan lintas negara . Ia pun memiliki relasi bagus dengan para pemilik perusahaan besar di negara-negara utara. Ia kemudian memperjuangkan sistem perdagangan alternatif untuk membantu negara-nagara miskin keluar dari belenggu utang.
Ia bukan membangun perusahan internasional melainkan translokal. Ia menyebutnya multilokal yang berakar pada perusahaan-perusahaan komunitas. Maka tidak heran bila banyak komunitas memiliki perwakilan dagang di berbagai negara.
Ia pun mengubah sistem pendidikan komunitas. Dalam waktu sepuluh tahun, komunitas-komunitas kampung di Indonesia telah menghasilkan 10 ribu doktor di berbagai bidang. Para dokter kampung ini menjadi pemikir dan penegembangan gagasan kampung yang berwawasan teknologi tinggi yang murah.
Semua kampung telah memiliki jaringan internet, telepon, radio, dan televisi melalui satelit. Mereka menyewa sebuah satelit bersama dengan beberapa komunitas di Asia Tenggara. Para dokter ini membuat komunikasi antar komunitas menjadi murah bahkan gratis.
Pada saat terpilih menjadi presiden. Ia meminta parlemen mengubah nama Republik Indonesia menjadi Negara Khilafah Rasyidah Islamiyah. Nama baru ini telah menghantarkan Indonesia menjadi negara baru yang disegani karena mampu keluar dari belenggu utang.
Perundingan dengan para negara kreditor dilakukan oleh para perunding ulung lintas negara dari organisasi-organisasi petani dan pekebun. Mereka meyakinkan negara kreditor bagaimana menyelamatkan perekonomian dunia melalui mekanisme yang lebih adil.
Para negara kreditor pada akhirnya tidak ada pilihan lain kecuali sepakat mengkonversi utang menjadi ivestasi jangka panjang. Indonesia tertolong dengan program konversi utang baru. Indonesia bisa membelanjakan anggarannya bagi pembangunan infrastuktur sosialnya.
Program ini mampu membangun kepercayaan rakyat dan investor. Indonesia telah menjelma menjadi negara persemakmuran. Keselamatan rakyat terjamin! Ini buah yang dicita-citakan saat Indonesia memutuskan merdeka pada 1945.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar