Sesungguhnya manusia tidak hidup untuk satu hari saja, tapi ia akan memikirkan masa yang akan datang, baik untuk jangka waktu yang dekat (pendek) atau yang jauh (panjang). Ini adalah fakta kehidupan manusia. Oleh karena itu apabila diamati tidak ada manusia yang rela dengan fakta kehidupan yang sedang ia jalani secara mutlak, bagaimanapun faktanya. Ketika fakta yang ia hadapi itu bagus, manusia punya keinginan untuk menjadikannya lebih bagus lagi. Dan ketika fakta yang ia hadapi adalah buruk, ia ingin membuatnya jadi baik. Karena itulah kita mendapati banyak manusia yang rindu pada masa lalu, dan ada pula yang menangisi masa lalu sehingga ia selalu menatap ke masa depan dan akan merindukannya.
Berfikir untuk berubah adalah suatu hal yang urgen dalan kehidupan, karena “berubah (taghyir)” itu adalah “dinamika (gerak)” dan “bergerak” artinya “hidup”. Sebaliknya “jumud” adalah “kematian”. Sehingga tidak ada penampakan kehidupan selain “tumbuh” dan “berkembang (bergerak)”. Oleh karena itu bagi setiap umat dan individu harus memiliki pemikiran untuk berubah dan melakukan perubahan. Apabila tidak, maka manusia (umat) akan mengalami kemusnahan dan kehancuran. Berserah diri terhadap fakta merupakan penyakit paling berbahaya dan musibah yang paling dahsyat.
Realitas Partai-Partai Politik Islam : “Mencari Jalan menuju Perubahan”
Di negeri ini banyak bermunculan partai-partai politik Islam yang ingin melakukan perubahan terhadap kondisi masyarakat yang sangat terpuruk di segala bidang (politik, ekonomi, sosial, hukum, dan lain-lain). Apalagi dengan akan diselenggarakannya Pemilu tahun depan mereka tidak mau ketinggalan untuk segera mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum agar menjadi partai yang legal yang terdaftar sebagai bagian dari anggota parlemen RI.
Dengan berbenderakan Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan, Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan Sejahtera dan yang lainnya sudah seharusnya mereka berjuang untuk mewujudkan masyarakat yang Islami. Dari sisi semangat melakukan perubahan mereka tidak diragukan lagi, hanya saja tidak setiap partai mampu menemukan jalan yang tepat menuju perubahan yang diinginkan. Padahal untuk melakukan perubahan setidaknya ada tiga kunci utama yang jika hal ini diperhatikan maka partai-partai politik tersebut pasti akan menuai keberhasilan, yaitu penguasaan yang benar terhadap kondisi masyarakat yang ingin dirubah, adanya gambaran yang jelas dan gamblang tentang kehidupan yang ingin dituju serta yang paling penting adalah mereka memiliki kejelasan metode untuk meraih perubahan tersebut.
Selain itu biasanya ketika akan berjuang melakukan perubahan mereka pasti dihadapkan pada satu pertanyaan besar yaitu darimana kita akan mulai? Dari merubah individu ataukah masyarakat. Berdasarkan hal ini partai-partai politik tersebut dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Partai-partai yang melakukan perubahan (perbaikan) individu.
Usaha perubahan ini dilakukan oleh partai dengan memperbaiki setiap individu muslim dengan memfokuskan perhatian yang sangat besar terhadap fondasi masyarakat. Hal ini dilatarbelakangi oleh suatu pemahaman bahwa bila telah didapatkan kesempatan yang cukup untuk memperbaiki fondasi tersebut, maka kaum muslimin akan kembali mendapatkan kemuliaan seperti dahulu.
2. Partai-partai yang melakukan perubahan masyarakat.
Kelompok ini beranggapan bahwa usaha yang paling benar adalah membentuk sebuah negara yang memikul beban da’wah dan melindungi kaum muslimin dari berbagai penyakit yang mereka derita, serta mengubah masyarakat menjadi masyarakat Islam yang dengan perubahan itu pasti akan mempengaruhi individu-individunya, sekaligus memperbaiki keadaan mereka.
Dengan mengkaji unsur-unsur pembentuk masyarakat, seharusnya partai-partai tersebut bisa melihat bahwa faktanya masyarakat adalah perpaduan dari unsur manusia, pemikiran, perasaan dan aturan-aturan yang dibuatnya. Baik-buruknya masyarakat bergantung pada baik-buruknya pemikiran, perasaan dan aturan-aturannya. Sebab manusia adalah manusia; mereka senantiasa membawa pemikiran-pemikiran tertentu. Jika pemikiran-pemikiran manusia baik, akan terbentuk masyarakat yang baik pula. Sebaliknya, jika pemikiran-pemikiran manusia buruk, akan terbentuk pula masyarakat yang buruk. Ini jelas berbeda dengan unsur-unsur atau pilar-pilar pembentuk individu (aqidah, ibadah, akhlak dan muamalat).
Baik-buruknya individu sangat bergantung pada baik-buruk unsur-unsur pembentuknya. Jadi, penggambaran bahwa masyarakat tersusun dari individu-individu adalah penggambaran yang keliru. Oleh karena itu, upaya memperbaiki individu yang ditujukan untuk memperbaiki masyarakat adalah upaya yang keliru. Bahkan, hasil yang dikehendaki dari upaya seperti ini secara pasti tidak akan mungkin dapat diwujudkan. Sebab, perbaikan individu dan perbaikan masyarakat memiliki metode atau cara yang berbeda, yang masing-masing tidak akan pernah memberikan hasil yang sama. Permasalahannya bukan apakah metode perbaikan ini singkat ataupun lama, tetapi karena masing-masing memiliki metode perbaikan yang berbeda, yang tidak akan mengantarkan pada hasil yang sama.
Walaupun begitu, tidak berarti bahwa perbaikan individu dapat diremehkan dan dianggap tidak begitu penting. Sebab untuk memperbaiki masyarakat, diperlukan upaya besar yang dititik bertakan pada perubahan sistem di tengah-tengah masyarakat, perubahan pemikiran dan kebudayaan yang telah mengakar di dalamnya, serta perasaan individu-individu masyarakat. Jadi, sekali lagi perbaikan masyarakat tidak ditempuh melalui perbaikan individu. Sebab cara memperbaiki individu sangat berbeda dengan cara mengubah masyarakat, sedangkan aktivitas perbaikan individu hanya diberlakukan bagi anggota-anggota gerakan maupun partai. Sedangkan partai atau organisasi sendiri seluruhnya harus berjalan dalam koridor perbaikan masyarakat!
Upaya Parpol-Parpol Islam Dalam Koridor Perbaikan Masyarakat, Sebuah Analisa
Kita tidak menutup mata bahwa ada partai-partai politik Islam yang juga sedang berjuang melakukan perbaikan masyarakat. Patut disayangkan kalau pada faktanya usaha yang telah dilakukan baru sampai pada taraf “islah”. Yaitu perubahan yang hanya menyentuh sisi-sisi tertentu saja (parsial) dari sekian banyak agenda permasalahan umat. Selain itu juga bersifat tambal sulam, maksudnya tidak sampai menemukan akar permasalahan yang sebenarnya, sehingga solusi-solusi yang diberikan malah memunculkan agenda baru yang justru semakin menyesaki layar permasalahan utama kaum muslimin.
Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena masyarakat kita termasuk parpol-parpol yang ada masih didominasi oleh cara pandang “realistis (pragmatis)”. Yaitu mereka menjadikan fakta sebagai “sumber berfikir (mashdar at-tafkir)”, bukan sebagai “obyek berfikir (mawdu’ at-tafkir)”. Sikap “realistis” – lebih tepatnya adalah realis, ed.- yang dimaksud disini adalah bagaimana bersikap dan berperilaku sesuai dengan fakta. Sikap “realistis” semacam ini tidak mengandung upaya untuk mengubah realitas/fakta, tetapi malah menyesuaikan perilaku dengan realitas/fakta yang ada. Ironis memang, karena ungkapan bahwa kita harus “rela dengan fakta yang ada” telah dijadikan kaidah dasar di dalam benak masyarakat.
Mereka (masyarakat) telah menganggap bahwa sikap semacam itu adalah sebuah kemajuan. Misalnya mereka menyatakan bahwa politik Amerika sendiri dibangun di atas dasar “pragmatisme”. Oleh karena itu, mereka mendefinisikan politik dengan “seni tentang kemungkinan”, yakni bagaimana berkompromi dengan fakta (bersikap pragmatis) untuk meraih sejumlah kemungkinan. Padahal, hakekat yang benar tentang politik adalah sebuah ikhtiar untuk memilih kondisi yang paling baik. Dengan kata lain, politik adalah bagaimana mengambil kemungkinan-kemungkinan yang terbaik atau ideal untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang hendak kita capai; tanpa memandang lagi ringan, mudah, ataupun beratnya. Artinya politik adalah bagaimana kita bergumul dengan realitas/fakta untuk kemudian diubah sesuai dengan yang kita kehendaki, bukan malah rela dengan realitas/fakta yang ada seperti: hancurnya Khilafah, jauhnya upaya menegakkan kembali Daulah Islamiyah; rela dengan keterpecahbelahan; termasuk pula pemikiran untuk mewarnai kebijakan dengan masuk ke parlemen sebagai jalan untuk mendapatkan kekuatan/kemampuan melakukan islah (perbaikan) diberbagai bidang dalam rangka memperbaiki kondisi masyarakat.
Pertanyaannya sekarang adalah apakah islah lewat parlemen adalah metode jitu untuk melakukan perbaikan masyarakat? Tidak. Sama sekali tidak. Karena metode perbaikan lewat parlemen (taghyir intra parlemen) memiliki sejumlah kelemahan, yaitu:
* Banyaknya partai-partai Islam di dalam parlemen membuat suara umat terpecah sehingga akan ada partai Islam yang mendapat suara cukup besar. Sebagai konsekuensinya wakil partai di parlemen juga sedikit. Dengan jumlah yang sedikit dan masing-masing partai memiliki kepentingan sendiri-sendiri (tidak ada kesamaan visi dan misi), maka suara dari partai-partai Islam menjadi tidak berarti dalam parlemen yang bersistem demokrasi. Selain itu ada juga diantara mereka yang memilih berkoalisi dengan partai nasionalis untuk memperbanyak suara. Hal ini tentunya semakin membuat suara umat hilang.
* Pemecahan masalah yang dilakukan dalam parlemen adalah berdasarkan sistem demokrasi. Dengan beragamnya ideology partai, maka setiap pemecahan masalah harus mengakomodaasi berbagai kepentingan yang ada, termasuk kepentingan kelompok-kelompok anti syariat Islam. Sehingga pemecahan yang diambil melalui parlemen akhirnya bersifat kompromistik, tidak murni solusi/pemecahan Islam.
* Karena prinsip sekulerisme yang dianut oleh negara, maka mereka terjebak pada perjuangan parsial yang bahkan seringkali hanya mengedepankan “esensi” .
* Ditinjau dari hukum syara’ jelas bergabung dengan parlemen dalam sistem kufur adalah haram.
Banyak fakta yang menunjukkan kepada kita bahwa perjuangan melalui parlemen tanpa mengubah sistem terlebih dahulu seperti perjuangan FIS di Aljazair atau Partai Refah di Turki adalah hal yang mustahil!
Dari sisi bentuk aktivitas yang dilakukan, kita melihat saat ini banyak juga partai-partai yang melakukan aktivitas-aktivitas sosial untuk melakukan perubahan ditengah-tengah masyarakat. Ada yang melakukan aktivitas sosial secara langsung dan ada pula yang melakukan aktivitas sosial parsial sekaligus mereka memperoleh penghasilan-penghasilan dan keuntungan-keuntungan dari bantuan-bantuan yang diberikan kepada organisasi-organisasi sosial tersebut. Kadang-kadang mereka dijadikan media untuk memperoleh penghasilan dan pendapatan. Dengan cara-cara seperti ini, sebagian besar partai dan gerakan mencoba mempengaruhi masyarakat. Bahkan aktivitas sosial tersebut dijadikan bagian dari aktivitas partai dan gerakan, seperti: membuka klinik-klinik, sekolah-sekolah, atau rumah sakit, dan lain-lain.
Jika dikaji secara mendalam maka keberadaan partai atau gerakan tersebut sangatlah berbahaya bagi usaha perbaikan masyarakat. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya yang menjadi agenda pembahasan kita adalah “kebangkitan umat”. Sebagaimana kita ketahui, umat saat ini dalam kondisi keterbelakangan, perpecahan, dan kemunduran berpikir. Kondisi semacam ini mengharuskan generasi kaum muslim, khususnya yang memiliki kesadaran dan keikhlasan, untuk mengkaji dan memahami unsur-unsur kebangkitan serta cara membangkitkan umat hingga mencapai posisi yang paling tinggi.
Sesungguhnya, umat tetap mengakui sebagian pemikiran (afkar) maupun pemahaman (mafahim) Islam dan menerapkan sebagian hukum-hukum Islam hingga sekarang ini. Mereka masih mengakui kesucian aqidah mereka. Mereka masih meyakini bahwa umat Islam pernah menjadi umat yang maju selama beberapa kurun lamanya. Mereka masih mengimani kewajiban untuk kembali kepada Allah sekaligus menyampaikan kedaulatannya kepada umat yang lain. Mereka juga masih mengimani bahwa jihad itu adalah wajib. Semua itu menunjukkan bahwa perasaan umat adalah perasaan Islam dan semangat mereka adalah semangat Islam.
Oleh karena itu, kesadaran-kesadaran untuk bangkit/berubah selalu ada di dalam jiwa umat. Ketika ada sejumlah nash dan amal yang mengobarkan ruh jamaah pada diri umat, di dalam diri mereka muncul suatu kecenderungan alami untuk membentuk suatu partai politik. Inilah realitas umat Islam sesungguhnya. Intinya, umat Islam masih memiliki sebagian pemikiran, pemahaman, dan perasaan Islam serta ruh jamaah yang telah terpatri pada diri mereka.
Realitas rusak yang telah menimpa umat Islam saat ini telah menggerakkan perasaan mereka untuk berubah/bangkit sekaligus untuk melakukan perubahan atas kondisi rusak ini. Seandainya umat dibiarkan tetap dalam kondisi seperti ini, sungguh kesadaran dan perasaan mereka untuk bangkit akan berubah menjadi sebuah pemikiran. Ini merupakan perkara yang alami. Tentunya, pemikiran tersebut akan melahirkan sebuah aksi yang bisa membangkitkan umat dan akan menunjukkan cara meraih sebuah kebangkitan.
Akan tetapi, sayang, keberadaan oragnisasi/partai sosial semacam ini telah mengubah segalanya hingga tidak terjadi kebangkitan/perubahan sebagaimana yang dikehendaki. Sebab, mereka telah meredam perasaan umat untuk bangkit dan menghisap seluruh potensi mereka sehingga tersedot untuk sekedar melakukan aktivitas sosial yang dipandang sebagai kewajiban umat. Atau ringkasnya mereka membuat umat kehilangan gambaran tentang perubahan yang ingin dituju (mewujudkan Islam Kaffah). Jadi seperti apakah seharusnya konsep perubahan masyarakat yang benar? Berikut penjelasannya.
Taghyir Dalam Pandangan Islam: Realitas, Asas Dan Metode
1. Realitas Taghyir
Taghyir (perubahan total dan mendasar atau perubahan yang revolusioner ) yang dimaksud adalah perubahan terhadap kondisi sekarang yang rusak di negeri-negeri Islam, yaitu sistem sekuler, ide-ide dan perasaan barat yang rusak, para penguasa yang kafir atau fasik yang menjadi antek-antek penjajah kafir imperialis barat.
Taghyir yang dimaksud adalah penyelamatan umat Islam dari kondisi pecah-belah berkeping-keping dan kehinaan yang dipaksakan oleh negara-negara penjajah kafir imperialis, dan dari kondisi kehilangan, kebingungan, dan ketertundukan kepada negara-negara yang rakus terhadap kaum muslimin.
Taghyir yang dimaksud adalah mengembalikan kekayaan kaum muslimin kepada kaum muslimin yang selama ini dirampas negara-negara kafir penjajah yang telah menikmati kekayaan kaum muslimin dan membiarkan kaum muslimin dalam keadaan fakir miskin dan terperosok dalam perangkap hutang milyaran kepada negara-negara barat yang rakus.
Yang dimaksud dengan taghyir juga adalah dengan bangkitnya umat Islam atas asas Islam, dan membuang semua pemikiran yang tidak Islami, yang akan dapat terlaksana dengan melenyapkan sistem kufur dan menegakkan khilafah yang memerintah dengan apa yang diturunkan Allah, yang akan menyatukan umat Islam dan negeri-negeri Islam dengan kepemimpinan khalifah yang satu dan di bawah panji Laa ilaaha Illa Allah Muhammad Rasullah, dan mengemban risalah ke seluruh dunia.
Berfikir untuk berubah (melakukan taghyir) tidak hanya ada karena adanya orang-orang yang merasakan pentingnya merubah kondisi mereka. Tetapi pemikiran ini ada selama di dunia ini ada kondisi yang menuntut perubahan. Karena itu berfikir tentang perubahan tidak dibatasi dengan perubahan kondisi seseorang atau masyarakat, bangsa atau umatnya saja, tetapi untuk mengubah yang lainnya. Karena dalam diri manusia terdapat naluri berketurunan yang akan mendorong manusia untuk memperhatikan seluruh manusia yang ada di negerinya atau bangsa dan umatnya dan juga umat yang di negeri lainnya.
Meskipun keinginan untuk berubah ada pada seluruh manusia, ada kondisi dan faktor-faktor yang membuat kekuatan ingin berubah itu berbeda. Karena memang melakukan perubahan itu suatu hal yang berat dan sulit sehingga membutuhkan adanya upaya dan pengorbanan yang besaaar, kekuatan dan pemikiran serta ihsas yang tajam. Faktor yang mendasar dalam melakukan perubahan adalah “kesadaran berfikir (Wa’yu al-fikri)”.
Manusia tidak akan berfikir untuk berubah kecuali ketika ia menyadari ada suatu fakta yang rusak atau buruk dan kurang baik sehingga mesti diperbaiki. Agar ia menyadari, ia mesti merasakan (ihsas) terhadap fakta yang rusak tadi. Sehingga ihsas terhadap fakta merupakan syarat pokok untuk berfikir. Karena fakta rusak seperti baik, buruk, dan lain-laain berbeda dengan materi, maka untuk mengihsas fakta seperti ini, yaitu merasakan sesuatu itu rusak, diperlukan pemahaman awal tentang apa itu kerusakan/keburukan. Inilah yang disebut dengan ihsasul fikri. Perbedaan ihsasul fikri pada manusia adalah perkara alami, sesuai tingkat pemikirannya. Karena itu kita mendapati 3 kelompok manusia :
* Orang yang memiliki ihsas yang tajam, ia merasakan kerusakan dengan cepat.
* Orang yang memiliki ihsas yang biasa (standar umum), ia membutuhkan kerja keras untuk bisa merasakan kerusakan.
* Orang yang memiliki ihsas yang rendah (bingung), ia sangat membutuhkan usaha yang besar untuk merasakan sesuatu.
Jadi untuk dapat berfikir melakukan perubahan, seseorang memerlukan: kesadaran, pemikiran awal (sebelumnya), ihsas (kepekaan), mengerti fakta baru yang biasa menggantikan fakta lama yang rusak. Semata-mata menyadari fakta yang rusak, tidak cukup membuat seseorang melakukan perubahan tapi harus dikaitkan dengan kesadaran akan fakta pengganti. Jadi bagian pertama itu adalah menyadari fakta yang rusak berikutnyaa merasakan kerusakan itu. Selanjutnya adalah memahami adanya fakta pengganti bagi fakta yang rusak tadi, supaya aktivitas untuk merubah ini mempunyai target dan berjalan dalam tujuan tertentu bukan semata-mata melakukan perubahan tanpa maksud dan berbuat sia-sia (kaitkan dengan materi Sungguh-sungguh dalam berfikir!). Ringkasnya taghyir umat adalah dengan merubah pemikirannya bukan dimulai dengan merubah kondisi ekonomi, pendidikan, akhlak apalagi melakukan tindakan militer (angkat senjata) untuk mengkudeta pemerintahan yang sedang berjalan.
2. Asas Taghyir
Manusia akan bangkit karena pemikiran yang dimilikinya berkaitan dengan kehidupan, alam semesta, dan manusia; serta keterkaitan antara semua itu dengan kehidupan sebelum dunia dan kehidupan sesudah dunia ini. Hal ini berarti bahwa jalan kebangkitan menuju perubahan (taghyir) itu adalah pandangan manusia terhadap manusia itu sendiri, terhadap kehidupan di sekelilingnya, dan terhadap alam semesta tempat hidup yang sangat luas ini. Dengan demikian, memungkinkan manusia untuk mengetahui jalan yang harus ditempuh ketika ia masih hidup di alam ini. Artinya, dia dapat mengetahui makna keberadaannya dalam kehidupan ini. Hal itu tidak akan terjadi pada dirinya kecuali apabila dalam dirinya terdapat pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, kehidupan, dan manusia dalam rangka penetapan hakikat dirinya sebagai makhluk Allah. Inilah yang disebut dengan aqidah.
Aqidah tersebut dipahami sebagai pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, kehidupan dan manusia; tentang segala yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia; serta tentang keterkaitan semua itu dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dunia dan keterkaitannya dengan sesuatu yang ada sesudah kehidupan dunia ini.
Oleh karena itu, aqidahlah satu-satunya jalan untuk mewujudkan pemahaman yang benar tentang kehidupan dunia ini, artinya, aqidah itulah yang menentukan pandangan manusia tentang kehidupan. Dari aqidahlah, muncul aturan-aturan kehidupan manusia, serta aturan bagi tindakan dan tingkah lakunya atau apa yang dinamakan mabda. Oleh karena itu, aqidah itu adalah kaidah mendasar yang menjadi landasan seluruh pemikirannya yang dapat menghantarkan kepada aktivitas taghyir yang benar.
Tinggal masalahnya apakah semua aqidah (mabda) dapat membawa kepada aktivitas taghyir yang benar? Jawabannya adalah tidak. Buktinya kita bisa menoleh kepada fakta Revolusi Perancis (berdasarkan asas mabda kapitalis) dan Revolusi Rusia (berdasarkan asas mabda Sosialis-Komunis ). Taghyir yang mereka lakukan memang terbukti mampu menyebabkan terjadinya perubahan total di tengah-tengah masyarakat dan telah menghantarkan mereka kepada kondisi yang lebih baik. Akan tetapi masyarakat yang terbentuk bukanlah masyarakat Islam seperti yang kita cita-citakan karena didasarkan pada mabda selain Islam.
3. Metode Taghyir
Secara i’tiqaadiy[i], setiap aktivitas yang dilakukan kaum muslimin harus terikat dengan hukum syara’. Bila tidak, kegagalan tinggal menunggu waktu saja, disamping amalnya akan sia-sia. Oleh karena itu, sumber sekaligus tolok ukur untuk menentukan jalan yang ditempuh guna mengajak umat ke arah penerapan Islam secara [i]kaffah adalah Al-Qur’an dan As Sunnah. Langkah-langkah Rasulullah SAW merupakan penerapan dan penjelasan yang bersifat ‘amaly atas metode yang harus ditempuh. Selain metode yang dijalankan oleh Rasulullah adalah metode batil dan tertolak. Tidak patut diikuti dan pastilah akan berkonsekuensi pada kegagalan.
Merujuk kepada apa yang dilakukan oleh Rasulullah, jelas nampak bahwa Rasulullah melakukan perubahan total terhadap pemikiran, perasaan serta aturan yang mengatur interaksi masyarakat jahiliyah saat itu menjadi masyarakat Islam, tidak dengan jalan masuk parlemen. Buktinya beliau menolak dengan tegas ketika pemuka-pemuka Quraisy membujuk beliau untuk menghentikan dakwahnya dengan memberikan kekuasaan atau jabatan dalam pemerintahan mereka. Rasul tetap meneruskan dakwahnya dengan menggalang kekuatan di luar sistem yaitu kekuatan umat (kekuatan ektra parlemen) atau apa yang disebut at-taghyir ‘an thariq il-ummah.
Secara ringkas perjuangan syar’i tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
Pertama, Rasulullah mengumpulkan orang-orang mukmin dalam halaqah secara rahasia, mengajarkan kepada mereka agama baru (Islam) dan menumbuhkan mereka dalam bentuk yang baru hingga terbentuk kepribadian Islam yaitu aqliyah (pola fikir) mereka dan nafsiah (pola jiwa) mereka. Pemahaman mereka adalah pemahaman Islam. Mereka beriman kepada tujuan penciptaan mereka. Mereka menjadi kelompok (kutlah) yang baru di masyarakat, yang khas aqidahnya, pemikiran-pemikirannya, perasaan-perasaannya, perilaku-perilaku serta tujuannya.
Kedua, Rasul bersama kutlahnya terjun dalam pertarungan keyakinan dan pemikiran ke tengah-tengah masyarakat dan masuk dalam perjuangan politik melawan penguasa dan pemimpin kafir. Di dalam perjuangan itu Rasul dan kutlah beliau menanggung kesulitan yang berat, menjelaskan kebenaran dan menyeru untuk memeluknya, menjelaskan kontradiksi aqidah-aqidah kufur dan pemikiran-pemikiran kufur dengan kebenaran dan realita. Rasulullah SAW meluruskan pemahaman-pemahaman tentang sesuatu dan pemahaman tentang kehidupan. Rasulullah membantah pemimpin-pemimpin kafir dan menyingkap hakikat mereka dan hakikat apa yang menjadi pijakan mereka. Beliau SAW menyeru kepada tafakur dan tadabur, serta mencela secara terus-terang pengangguran akal dan sikap berpegang pada kebatilan.
Ketiga, segala macam siksaan, penderitaan dan ancaman telah menimpa Nabi dan para sahabat beliau, namun semua itu tidak memalingkan mereka dari Islam. Mereka tetap mengembannya, bersabar dan terus menyebarkannya. Nabi tidak meninggalkan Islam sedikitpun. Dengan tegas beliau menolakk penyamaan dan penyetaraan Islam dengan yang lain. Beliau juga menolak dengan tegas segala macam rayuan atau ambil bagian dalam kekuasaan (kufur) atau mencapai tujuan parsial. Beliau juga menolak mengambil harta hingga menjadi orang terkaya diantara mereka. Beliau juga menolak menyembah Allah tahun ini dan menyembah tuhan mereka tahun berikutnya. “Katakanlah: wahai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kalian tidak akan menyembah yang aku sembah. Bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku.” (Qs. Al-Kaafiruun [109]: 1-6). Rasulullah bersabda: “Demi Allah seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan ditangan kiriku agar aku meninggalkan urusan ini (dakwah) aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah memenangkan urusan ini atau aku binasa di dalamnya.” (Sirah Ibnu Hisyam). Beliau terus menjelaskan dakwahnya (Islam), menghilangkan kekufuran dan menghilangkan pemikiran-pemikiran kufur. Mengingatkan orang-orang kafir terhadap siksa yang pedih dan mencela keyakinan-keyakinan mereka.
Keempat, ketika semakin bertambah kejahatan orang kafir dan para pemimpin mereka dan mereka (orang-orang kafir) melihat bahwa Muhammad tidak pernah berputus asa dan tidak pula mundur serta tidak pula berkompromi, maka setiap kabilah menganggu kaum muslimin yang ada di tengah-tengah mereka. Mereka membunuh dan menyiksa kaum muslimin. Semua itu menimpa orang yang bersandar kepada rukun iman dan berpegang teguh kepada tali Allah yang kokoh. Beliau terus menjalankan dakwahnya, terus melakukan pertarungan pemikiran dan terus melakukan perjuangan politik. Beliau menganjurkan para sahabatnya untuk berhijrah ke Habasyah untuk menyelamatkan agama mereka. Sementara beliau tetap berada di Mekkah. Beliau tidak pernah mundur dan berkompromi dan tidak pula pernah berhenti di jalan dakwah. Ketika masyarakat jumud terhadap dakwah di bawah kuatnya penindasan, Rasulullah mendatangi kabilah-kabilah yang lain menyeru mereka kepada Islam dan meminta pertolongan mereka hingga Beliau menyampaikan risalah Allah dan hingga mereka mendukung dan menolong penerapan Islam.
Kelima, aktivitas Rasul terus berlangsung dalam mencari pertolongan (thalabun nushrah) dan beliau mengulangi dan tidak membatasinya kepada kabilah tertentu saja. Beliau tidak marah kepada mereka sekalipun mereka menolak beliau dengan penolakan yang buruk dan banyak pemimpin kabilah menolak tawaran beliau. Sampai Allah mendatangkan kepada beliau masyarakat Madinah dengan masuk Islamnya sebagian besar dari mereka. Mereka tidak memerangi dakwah sebagaimana yang terjadi di Mekkah. Para pemimpin dan pembesar dua kabilah yaitu kabilah Aus dan Khazraj masuk Islam, begitu juga sebagian besar anggota kabilah tersebut. Lalu Rasulullah meminta pertolongan mereka untuk mendirikan negara Islam di Madinah. Ketika mereka setuju Nabi berakad dengan mereka dengan Bai’at Aqabah II yaitu bai’at perang, bai’at pendirian negara Islam. Kemudian Beliau berhijrah ke Madinah dan dengan kedatangan Beliau berdirilah negara Islam.
Demikianlah proses taghyir yang dilakukan oleh Rasulullah sampai tegaknya negara slam yang menerapkan Islam secara kaffah. Sejak itu pula beliau mengokohkan pilar-pilar negara dan memulai aktivitas jihad untuk meninggikan kalimat Allah dan untuk mengemban dakwah ke seluruh manusia.
Penutup
Jadi taghyir yang dilakukan oleh Rasullah untuk merubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islam adalah taghyir an tariq il-ummah (taghyir melalui jalan ummat) atau dengan kata lain taghyir ekstra parlemen bukan intra parlemen sebagaimana yang banyak ditempuh oleh parpol-parpol Islam saat ini. Dan hendaklah kaum muslimin berhati-hati ketika memilih jalan yang tidak dicontohkan oleh Rasullullah karena semua itu hanya akan menjadi amal yang sia-sia dan merupakan sesuatu yang batil dan tertolak.
Berserikat dengan para penguasa dalam aktivitas mereka dan berserikat dengan sistem kufur yang mereka terapkan adalah perbuatan mungkar. Jika hal itu diakui untuk melayani Islam dan kaum muslimin justru aktivitas tersebut merupakan upaya penyesatan. Allah berfirman:
“Dan putuskanlah diantara mereka dengan apa-apa yang diturunkan oleh Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dan waspadalah kepada mereka, mereka akan memalingkan engkau dari sebagian apa-apa yang diturunkan Allah kepadamu.” (Qs. Al-Maa’idah [5]: 49). Wallahu a’lam bishowab
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai keyakinan bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.
Posting Komentar